Belahan jiwa atau (jodoh) kita sedikit banyak pasti mempunyai banyak
kemiripan atau kesamaan dalam segala hal dan mempunyai kekurangan dan
kelebihan yang berbeda, jika keduanya di satuhkan maka akan sempurnah,
Sehingga kekurangan di satu pihak akan terisi oleh kelebihan di pihak
yang lain begitu pula sebaliknya.“( renungkanlah )
Belahan jiwa itu bagaikan hati di belah dua. Sesuatu yang kelihatan sama tapi tidak sama karena yang satu ada disebelah kiri dan lainnya ada disebelah kanan. Bila keduanya disatukan bagaikan hati yang utuh dan sempurna. Belahan jiwa yang satu dengan yang lain akan disebut sebagai jiwa yang utuh bila keduanya bersatu. Namun bila keduanya terpisah maka jiwa tersebut tidaklah utuh dan selalu merana karena ketidak utuhan tersebut.
Jadi belahan jiwa itu adalah pasangan yang mempunya sifat, karakter,
kebiasaan, kesenangan dan wajah yang hampir mirip, dan keduanya
mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda, namun ketika disatukan
maka itulah kesempurnaan hidup, karna keduanya akan saling melengkapi
kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Bila seseorang sudah merasa sebagai belahan jiwa bagi pasangannya, maka
dia akan merasakan apa yang bagian lain rasakan walaupun mereka berada
pada jarak yang berjauhan. Mereka akan berkomunikasi dengan getaran jiwa
masing-masing tanpa dapat dimengerti kejadian prosesnya.
Pasangan jiwa yang utuh akan melakukan suatu tarikan antara belahan jiwa
yang satu dengan yang lainnya untuk berusaha memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh pasangannya. Pasangan jiwa yang utuh ini adalah pasangan
suami istri yang menyatu. Sehingga kebahagiaan dari suaminya adalah
pada saat istrinya merasakan bahagia begitu pula sebaliknya. Karena bila
yang satu membuat pasangannya menderita pada dasarnya dia telah membuat
dirinya sendiri menderita. Sebagaimana tangan kanan kita apabila yang
sebelah kiri terluka maka tangan yang kanan akan berupaya membantunya
agar luka yang ada bisa disembuhkan dengan baik.
Oleh karena itu, perhiasan yang paling istimewa di dunia ini bagi
seorang suami adalah mempunyai seorang istri yang menyenangkan batinnya,
begitu pula sebaliknya. Jadi pasangan hidup yang diharapkan adalah
pasangan yang dapat membuat kenyaman hatinya saat di rumah dan juga saat
di luar rumah. Secara fitrahnya bila seseorang telah berkeluarga maka
imannya akan sempurna, kebahagiaannya akan berlipat dan kedamaiannya
akan meresap dalam keluarga tersebut.
Yang perlu kita ketahui bahwa manusia diciptakan di dunia ini hanya
untuk beribadah kepada Sang Maha Pencipta. Ibadah manusia kepada-Nya
dapat dalam berbagai bentuk, salah satu diantaranya adalah saling
menyempurnakan pasangan hidupnya. Bila itu tidak dilakukan maka pada
dasarnya seseorang telah menyalahi aturan kehidupan yang sebenarnya,
sehingga wajar saja bila batinnya tidak merasakan kebahagiaan yang
hakiki.
Bila terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan serta membuat keduanya
bertengkar secara terus menerus, berarti disini ada sesuatu yang salah.
Sesuatu yang tidak menempati pada fitrahnya. Karena pertengkaran itu
bukanlah sebagai tujuan hidup suatu pernikahan. Yang terbaik bagi
keduanya adalah sama-sama berintropeksi apa yang seharusnya mereka
lakukan untuk kesempurnaan pasangannya. Bukan menuntut kesempurnaan dari
pasangannya tanpa menyatukan diri kita dengannya, karena hal itu tidak
mungkin tercipta tanpa penyatuan keduanya secara utuh.
Perceraian umumnya disebabkan oleh tuntutan dari masing-masing yang
mengharuskan pasangannya seperti dirinya. Padahal belahan jiwa sejati
adalah sesuatu yang sama namun tidak sama. Bila semuanya sama maka tak
perlu lagi adanya penyatuan jiwa. Seorang pasangan hidup yang baik itu
antara yang satu dengan yang lainnya akan saling menutupi kekurangannya
serta saling melengkapi untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Ada satu hal yang kadang orang memahaminya setengah-setengah akan hak
dan kewajiban masing-masing. Seorang suami kadang hanya menuntut haknya
dengan meminta pelayanan terbaik dari istrinya begitu pula istri selalu
menuntut hak akan perhatian dari suaminya. Padahal hak dan kewajiban ini
harus beriring dan seimbang. Pada saat kita menuntut hak maka pada saat
yang bersamaan kitapun dituntut untuk melakukan kewajiban pada pasangan
kita. Namun, bila cinta dan kasih sayang sudah meresap pada pasangan
hidup masing-masing. Maka hak dan kewajiban bagaikan sebuah kehidupan
yang menghiasi keindahan mereka bersama.